MOVIE REVIEW: Kung Fu Panda 3, Jati Diri Sejati Po

Diposting oleh Unknown on Jumat, 21 Oktober 2016

MOVIE REVIEW: Kung Fu Panda 3, Jati Diri Sejati Po

Po si panda harus meningkatkan ilmu kung fu sekaligus mengenal asal muasalnya.
Muvila.com – Selain jadi salah satu studio animasi terdepan Hollywood, serta kerap memakai bintang Hollywood terkenal untuk mengisi suara film-filmnya, DreamWorks Animation juga dikenal sebagai studio yang tak malu-malu berusaha menciptakan franchise. Tak mengherankan lagi bila DreamWorks gemar membuat sekuel atau spin-off, apalagi dari film-film yang sukses di pasaran, sebut saja Shrek, Madagascar, dan How to Train Your Dragon. Kadang hasil kelanjutan dari franchise tersebut menggembirakan dari segi box office, tetapi tak jarang hasilnya kurang memuaskan dari segi cerita.
Kung Fu Panda termasuk dalam franchise milik DreamWorks yang 'beruntung', karena sekuel pertamanya, Kung Fu Panda 2 (2011) masih meneruskan kesuksesan film Kung Fu Panda (2008). Sambutan terhadap kedua film tersebut termasuk positif, baik dari raihan box office yang sama-sama tinggi, maupun kualitas kontennya. Salah satunya dibuktikan oleh fakta bahwa keduanya masuk nominasi Best Animated Feature Film di Piala Oscar. Tentu saja, karena ini DreamWorks, kesuksesan itu perlu dilanjutkan dengan sekuel lagi.
Namun, mungkin sedikit prematur untuk menganggap Kung Fu Panda 3 hanyalah sebuah usaha untuk mengeruk kantong konsumen—terutama para orang tua yang bersedia menuruti keinginan anak-anaknya untuk nonton film ini di bioskop dan membeli merchandise-nya. Bila diperhatikan, para kreator film ini berhasil memanfaatkan potensi cerita dan karakternya yang memang cukup layak untuk diteruskan hingga film ketiga. Potensi yang paling utama tentu saja adalah tentang jati diri Po, panda jago makan yang belakangan juga jago kung fu.

Bila diingat kembali, unsur pencarian identitas memang jadi benang merah tema sejak Kung Fu Panda pertama, namun tema itu digali setahap demi setahap. Film Kung Fu Panda pertama memperkenalkan dunia persilatan Tiongkok kuno yang dihuni para hewan berperadaban seperti manusia. Plotnya lebih kepada pembuktian bahwa Po (diisi suara Jack Black) adalah sang Pendekar Naga, yang diramalkan akan menyelamatkan Tiongkok dari kekuatan jahat, sekalipun saat itu ia hanya anak pedagang mi yang tak punya kemampuan bela diri sama sekali.
Di film itu, kenyataan bahwa Po seekor panda dengan ayah seekor angsa (Mr. Ping, diisi suara James Hong) seakan jadi lelucon tersembunyi, apalagi digambarkan Po merasa bahwa itu hal normal saja. Pada akhirnya poin tersebut memang tidak menimbulkan pertanyaan terlalu besar, karena perhatian lebih tertuju pada akan jadi apa Po di masa depan. 'Keanehan' identitas masa lalu Po baru mulai dikupas di Kung Fu Panda 2, dan terungkap bahwa benar Po adalah anak angkat, dan kemungkinan ia adalah panda satu-satunya yang tersisa.
Kung Fu Panda 3 bisa dikatakan sebagai puncak dari dua perjalanan Po: menggali jati diri masa lalu, dan memenuhi jati diri masa depannya. Suatu ketika Po disuruh oleh sang guru, Shifu (Dustin Hoffman) untuk mulai mengajar kung fu di perguruan sebagai tahapan untuk meningkatkan ilmunya, sesuatu yang dijalankan Po dengan kewalahan karena ia masih belum meninggalkan sifat kekanak-kanakannya. Sementara itu, Po juga kedatangan Li (Bryan Cranston), seekor panda yang mengaku sebagai ayah kandungnya, dan hendak mengajaknya pulang ke desa panda yang keberadaannya dirahasiakan.
Di saat bersamaan, dunia persilatan terancam oleh kedatangan Kai (J.K. Simmons), pendekar yak—semacam sapi gunung—dari dunia arwah yang hendak mengambil kesaktian para pendekar, terutama sang Pendekar Naga. Kehadiran Kai menjadi penggerak plot film ini, sehingga unsur pertarungannya yang menjadi ciri khas film silat dan juga franchise Kung Fu Panda tetap terjaga, juga meningkatkan nilai hiburannya.

Hanya saja, fungsi Kai di sini tak lebih dari itu, kalah pamor dengan pencarian jati diri Po dan discovery-nya terhadap kehidupan sesama panda. Kurang terlibatnya sosok musuh dalam tema ceritanya menjadi salah satu kelemahan Kung Fu Panda 3. Padahal, Kai mungkin musuh tersakti yang pernah muncul di franchise Kung Fu Panda
Selain itu, Kung Fu Panda 3 memang secara keseluruhan terlihat paling ringan di antara tiga film yang sudah ada. Ini bisa dilihat dari gaya penuturan yang serba cepat, tata laga yang seru dan kreatif, dan berbagai macam lawakan yang muncul hampir di semua tempat—yang sayangnya tidak semuanya terasa segar karena mungkin tak lagi mengejutkan di filmnya yang ketiga. Di satu sisi, hal ini berhasil membuat film ini dapat dinikmati dengan santai tanpa harus dijejali dengan pemikiran-pemikiran berat.
Di sisi lain, film ini mengandung kisah Po yang harus membuktikan ia pantas disebut Pendekar Naga, melindungi tempat kelahiran yang baru ia kenal, juga pilihan di antara ayah kandung atau ayah angkat yang membesarkannya. Tema-tema ini sangat berpotensi membuat Kung Fu Panda 3 lebih emosional dari, misalnya, Kung Fu Panda pertama yang berkutat pada keyakinan tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan seseorang. Hanya saja, pembawaan sebagian besar film yang sangat ceria agak menutupi potensi itu, sehingga film ini tidak semeyentuh yang diharapkan.
Terlepas dari itu, Kung Fu Panda tetap sebuah film yang pantas disandingkan dengan dua film sebelumnya, terutama dari nilai hiburannya yang masih mumpuni. Tampilan gambar dan animasi indah yang disokong oleh tata suara dan tata musik apik membuat film ini begitu nikmat untuk ditonton segala usia. Karakter-karakter lamanya masih tetap lovable, sementara karakter-karakter barunya cukup cepat untuk diakrabi. Masih ada nilai-nilai inspiratif yang bisa diambil seperti pendahulunya, membuat film yang jelas-jelas komedi ini tak cuma sambil lalu tanpa makna. Lagipula, apa yang lebih menggemaskan dari pada melihat puluhan panda gemuk berbagai ukuran bertingkah polah konyol sekaligus?
sumber : muvila

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar