Review Film Batman v Superman – Terlalu Padat dan Dipaksakan
Setelah bertahun-tahun menunggu, akhirnya film Batman v Superman: Dawn of Justice bisa saya nikmati di bioskop dengan suasana gegap gempita. Bagi sebagian orang, film ini bak Star Wars: The Force Awakens yang sakral untuk sejumlah ‘umatnya’. Mereka rela menunggu sekian lama agar kisah dan karakter favoritnya dapat muncul lagi di layar lebar, begitu pula Batman v Superman, yang sangat dinanti-nanti walau akhirnya tak berhasil memuaskan semua pihak.
Film Superhero yang Tak Sempurna
Dengan durasi 151 menit, film yang digadang sebagai film superhero terbaik ini tak cukup sempurna dari segi kompleksitas plot ataupun penyajian cerita. Bagi yang belum menonton film Man of Steel, rasanya sulit untuk menelan semua kisah sebab-akibat yang ada di tiap bagian sekuens film ini. Ada banyak kejadian yang kurang dijelaskan dan bahkan terlalu cepat untuk bergeser ke masalah selanjutnya. Entah ini kesalahan Snyder, atau naskah yang digunakan, tapi yang pasti keutuhan cerita di film Batman v Superman: Dawn of Justice masih kalah jauh jika dibandingkan dengan The Dark Knight arahan Christopher Nolan. Beruntung, nantinya akan ada versi director’s cut film ini dalam format Blu-Ray dengan selisih durasi cukup besar dari versi theatrical-nya. Sepotong harapan saya berada di sana, karena elemen cerita yang terlalu padat dan dipaksakan inilah kelemahan terbesar film Batman v Superman: Dawn of Justice.Secara keseluruhan, film yang diproduksi dengan budget $250 juta atau setara Rp 3.3 triliun ini sangat seru untuk ditonton. Saya sendiri larut dalam alur ceritanya yang penuh aksi brutal dan pertarungan dahsyat hingga melupakan lamanya waktu berjalan. Momen ‘wow’ yang disajikan pun tak sedikit, bahkan terbilang banyak. Bagi yang merasa ‘dilecehkan’ dengan spoiler di trailer-nya, jangan khawatir, karena masih banyak elemen penting dalam film ini yang masih bisa dinikmati secara fresh. Namun jika anda ingin menonton film ini di bioskop, maka saya anjurkan untuk terlebih dahulu menonton film Man of Steel. Ini penting, karena sang manusia baja tak lagi dikisahkan secara mendalam di film Batman v Superman: Dawn of Justice, begitu juga dengan Lois Lane dan kisah cinta antara mereka berdua. Dua hal baru tentang Superman yang diperlihatkan di film ini hanyalah seputar masalah emosi dan kelemahan fisik sang manusia baja.
Batman v Superman adalah ajang pembuktian Ben Affleck yang sempat diragukan sebagai pemeran Batman. Ia tampil begitu apik, meskipun porsi yang diberikan tak sebesar Christian Bale dalam trilogi Batman. Menurut saya, tak cukup untuk membandingkan Christian Bale dengan Ben Affleck hanya dengan satu film ini. Saya optimis jika nantinya film solo Batman yang diperankan oleh Ben Affleck telah dibuat, kita akan terperangah dan berhenti membandingkannya dengan Bale. Ini cuma masalah porsi dan kedalaman cerita yang berbeda, atau mungkin gaya penyutradaraan yang berbeda. Sedikit spoiler, Batman di film ini jauh lebih ganas dan brutal jika dibandingkan dengan versi Nolan.
Selain cerita yang tak utuh, satu hal lagi yang menggangu saya di film Batman v Superman: Dawn of Justice adalah karakter Lex Luthor yang diperankan oleh Jesse Eisenberg. Mungkin sebagian dari anda tak setuju, tapi bagi saya Jesse Eisenberg tak bisa memberikan kesan yang berbeda dalam film ini, ia lagi-lagi tampil dengan karakter andalannya yang serba tau dan licik. Tokoh Lex Luthor pun sekilas mirip seperti Joker, hanya saja kemasannya dibentuk lebih halus dan sopan. Singkat kata, Lex Luthor bukanlah tokoh spesial dalam film ini.
Dari semua karakter, yang paling mencuri perhatian di film ini adalah sosok Wonder Woman yang diperankan oleh Gal Gadot. Meskipun dulunya sempat diragukan, nyatanya ia berhasil menjadi pusat atensi dengan paras cantik serta aksi memukau yang ia tampilkan. Karakter Wonder Woman yang ia perankan pun tersaji dengan porsi yang pas, tak kurang dan tak terlalu berlebihan. Bagi mayoritas kaum Adam, Wonder Woman versi Gal Gadot adalah main reason mengapa film Batman v Superman: Dawn of Justice pantas untuk ditonton.
Bicara soal visual, Batman v Superman benar-benar dikemas dengan gaya otentik Zack Snyder. Pergerakan kamera, komposisi gambar, serta cut-to-cut yang ditampilkan membuat saya teringat dengan film Sucker Punch arahannya yang dirilis tahun 2011 lalu. Gaya khas Zack Snyder ini kemudian dibalut dengan unsur dark yang kental dengan karakteristik film DC. Tone warna yang kelam, serta banyaknya adegan slow motion menjadikan Batman v Superman tampak lebih mudah untuk dinikmati oleh kalangan dewasa. Sebuah perpaduan yang tepat dan kontras jika dibandingkan dengan gaya Josh Whedon bersama Marvel yang ringan dan cukup mudah dicerna.
Berpindah ke bagian musik, saya harus mengangkat topi lagi untuk Hans Zimmer. Tensi yang tinggi, dan suasana mencekam berhasil ia sajikan dengan sangat presisi dan tepat sasaran. Bagi saya, Hans Zimmer adalah penyelamat Zack Snyder, karena jika saja bukan dirinya, mungkin film ini akan sangat terasa hambar dan tidak menarik. Sama seperti Man of Steel yang begitu menggugah, Batman v Superman: Dawn of Justice cukup intense untuk meningkatkan adrenalin saya. Terlebih lagi ketika munculnya Wonder Woman dengan distorsi yang sangat fantastis.
Jika ditilik lebih detail lagi maka Batman v Superman adalah film pembuka untuk kisah DCEU lainnya. Untuk itu, jangan menaruh harapan besar terhadap film ini meskipun pada dasarnya Batman v Superman: Dawn of Justice adalah film yang sangat nikmat untuk disantap. Jika Man of Steel adalah pintu masuk rumah, maka Batman v Superman adalah salam pembuka yang hangat, namun belum cukup untuk mengenal karakter sang empunya rumah. Kita akan diajak lebih dalam untuk mengenal universe DC ini dengan film Suicide Squad, Wonder Woman, Justice League Part 1, dan sejumlah film lainnya dalam beberapa tahun mendatang.
Timeline yang disajikan dalam DCEU pun tak linear seperti MCU, karena harusnya sebelum ada Batman v Superman ini kita sudah mengenal sang Batman lebih dalam sama seperti Superman dengan film Man of Steelnya. Namun nampaknya DC ingin menciptakan timeline universe dengan gaya yang berbeda. Ibaratnya, kita disajikan makanan pembuka yang asing di mulut namun terasa nikmat di santapan pertama.
Sekali lagi, meskipun Batman v Superman: Dawn of Justice adalah film yang bagus, namun janganlah anda terlalu berharap dengan film ini sebelum menontonnya di bioskop. Layaknya logo yang tersemat di dada Superman, harapan yang tinggi bisa menjatuhkan anda jauh lebih keras dan menyakitkan.
sumber : cinemags
{ 1 komentar... read them below or add one }
tai geneup
Posting Komentar